Selasa, 06 Desember 2011

janji



An, besok acaranya sampe jam berapa?
Galza besok ada acara. .

Anna membanting hpnya kesal. Seminggu ini dia begitu menantikan datangnya hari Minggu. Itu karena Galza yang merupakan sahabat karibnya mengajaknya main sekaligus reuni bersama teman-teman yang lain. Bagi Anna, berkumpul bersama teman yang lain adalah hal yang biasa, tapi berkumpul bersama Galza terasa luar biasa karena kesibukan Galza yang tak terkira. Anna rindu sekali pada Galza.

Anna mendesah. Ia memandangi hpnya lagi, mempertimbangkan apakah Ia harus membalas sms Galza atau tidak. Seandainya mereka masih satu sekolah, semuanya tidak akan sesulit ini. Mereka akan sering bertemu dan berbagi cerita seperti dulu. Anna merebahkan diri di kasur. Matanya menangkap bayangan buku yang sangat dikenalnya. Buku persahabatannya dengan Galza. Buku yang mereka beli untuk diisi bersama. Buku yang berisi keinginan, impian, dan segala sesuatu yang lain tentang mereka. Buku yang pernah menjadi penting dalam hidup mereka.



Mereka duduk di pojok perpustakaan, mengacuhkan guru yang sedari tadi memberikan arahan kepada mereka dan teman-teman mereka yang lain untuk segera menemukan buku yang diperlukan dan kembali ke tempat sang guru berada. Sang guru yang kedapatan sial mengajar mereka pasrah saja melihat kelakuan mereka. Menurutnya, lebih baik tidak mengusik murid-murid bandelnya itu daripada pusing sendiri.

“Jadi, mulai sekarang kita bakalan sama-sama terus” ucap Galza.

Anna mengangguk senang. “Kita bakal rayain hari ini setiap tahun ya?” tanyanya.

“Tentu saja” mereka pun tersenyum senang. Buku-buku beserta raknya serta kursi yang mereka duduki dan tembok yang mereka sandari menjadi saksi janji mereka. Bahwa mereka akan selalu bersama. Bahwa mulai hari itu, mereka adalah sahabat yang akan selalu ada setiap saat untuk satu sama lain.

Galza memamerkan buku di tangannya sambil tersenyum senang. “Ini buku kita, ayo kita isi. Halaman pertama isinya apa ya?”

“Gimana kalo impian kita?” Anna tak kalah antusias.

“Iya, impian jangka pendek dan jangka panjang ya?” Anna menjawab dengan anggukan. “Terus kita harus pakai bolpen warna-warni, biar lucu, pokoknya buku ini bakal jadi harta kita deh”



Anna mengambil bangkit dari kasurnya dan mengambil buku yang sudah bertahun-tahun tidak dibukanya. Ia ingat bahwa hanya beberapa minggu setelah mereka mengisi buku itu, mereka mulai bosan, sehingga banyak halaman yang kosong. Dibukanya buku itu perlahan sambil mengingat kejadian-kejadian yang ada di baliknya.



Anna tersenyum geli melihat tulisan mereka dulu. Lebih geli lagi mengetahui kenyataan bahwa yang pertama kali mereka tulis adalah daftar barang yang akan mereka beli bersama bulan itu, bukan impian seperti yang semula diusulkannya. Senyum Anna berubah menjadi tawa tertahan saat Ia membalik halaman buku. Ia merasa geli sekaligus malu mengetahui bahwa hal kedua yang mereka tulis adalah mengenai cowok. Lucu sekali mengingat mereka baru memulai sekolah dan mereka sudah berani memikirkan cowok!

Anna membalik halaman buku lebih cepat kali ini, malu rasanya mengingat masa lalu mereka yang konyol. Halaman berikutnya berisi hal yang menurut mereka buruk. Setiap manusia pasti memiliki ketakutan terhadap sesuatu maupun suatu kejadian buruk yang tidak ingin diingat. Anna ingat, waktu itu mereka menuliskannya di buku untuk mengingat apa yang tidak mereka sukai agar mereka dapat menjauhinya bersama. Anna cukup pengecut saat berhadapan dengan katak, tapi tidak ada hal yang membuatnya benar-benar takut dan menimbulkan kenangan buruk. Tapi tidak bagi Galza. Galza punya cukup banyak hal yang ia takuti hingga terkadang, Anna melakukan semacam terapi untuk mengurangi daftar ketakutan yang dimiliki Galza. Anna membaca tulisan Galza dalam hati.

Galza nggak suka punya bekas luka. Galza takut hujan, tapi Galza lebih takut sama mama.


Galza menatap langit dengan muka berlipat. Hari ini hujan lebat dan mereka tidak dapat pulang. Suara petir yang bersahutan membuat wajah Galza semakin berlipat. Anna tersenyum.

“Galza nggak mungkin selamanya takut hujan, hujan nggak semenakutkan itu kok. Ayo,” Anna menarik tangan Galza keluar dari bangunan sekolah mereka yang sedari tadi mereka gunakan untuk berteduh karena Galza tidak mau terkena air hujan yang menakutkan baginya.

“Nggak mau, nggak mau” Galza melawan sekuat tenaganya. Ia menjerit keras dan membuat murid-murid lain memperhatikan mereka. Anna terus menariknya. Air mata Galza mulai merebak karena takut. Melihat mimik muka Galza yang siap menangis, Anna berhenti menarik.

“Jangan nangis, maaf deh, tapi Galza nggak boleh takut terus sama hujan.” Anna terdiam. “Kalo mulai dari gini gimana Gal?” Anna menengadahkan tangannya menyambut hujan. Galza memperhatikannya. “Kalo Galza masih takut, Galza bisa narik tangan Galza, kalo udah berani, bisa Galza lanjutin.”

Galza mengangkat tangannya perlahan dan mengikuti contoh yang Anna berikan. Ia membiarkan tangannya terkena air hujan selama sedetik sebelum menariknya kembali dan memasang muka memelas ke Anna. Anna tertawa kecil.

“Pelan-pelan aja, ntar juga mulai berani kok”



“Sekarang bahkan kamu suka hujan-hujan Gal” bisik Anna lirih. Anna menutup bukunya. Sudah waktunya tidur, besok Ia harus bangun pagi dan datang ke lapangan basket tempat mereka seharusnya bertemu. Walaupun Galza tidak bisa datang, Anna tetap harus datang, karena Ia terlanjur mengajak teman-temannya yang lain bertemu.



Anna sampai pertama di lapangan basket. Ia duduk di tepi lapangan dan menatap gedung sekolahnya dulu. Gedung itu sekarang telah mengalami perubahan. Anna merasa asing menjelajahi gedung itu sekarang. Tapi itu bukan masalah bagi Anna, karena baginya yang terpenting bukanlah bagaimana rupa gedung sekolahnya, melainkan hal-hal yang pernah dilaluinya di sana.
Menatap gedung sekolahnya membuatnya mengingat hubungan persahabatannya dengan Galza yang berubah. Anna mengalihkan pandangannya ke rerumputan di sekitar sekolah. Matanya terpaku pada satu titik.



“Gal, buat time capsule yuk,” ajak Anna. Ia mulai terobsesi dengan time capsule sejak membaca sebuah novel remaja. Galza yang juga telah membaca novel favorit Anna mengangguk saja. Sepertinya Ia mulai terobsesi pada time capsule juga.

“Gal, lubangnya kekecilan, kalengnya nggak muat masuk,” Anna mulai putus asa menggali lubang. Mereka sengaja memilih hari Mingu agar lebih nyaman menggali. Sayangnya kenyamanan itu hilang karena kaleng yang dibawanya terlalu besar untuk dimasukkan ke dalam lubang yang sudah Ia gali, dan Ia tidak dapat menggali lebih dalam. Tanahnya terlalu keras.

Galza menghampiri Anna yang kesusahan. Diacungkannya botol minuman yang isinya baru saja berpindah ke perutnya.


“Udah, kalengnya diganti botol aja An, daripada repot,” Galza memamerkan giginya. Anna menerima botol yang disodorkan Galza dan memasukkan surat yang telah Ia persiapkan kemarin malam. Galza memasukkan surat miliknya juga kemudian menutupnya.

“Okee, kita buka lima tahun lagi ya Gal,” Galza mengangguk. Mereka pun mulai mengubur time capsule mereka.



“Heh, ngapain bengong di sini? Ayo mulai main”

Sebuah suara mengembalikan Anna ke masa kini. Anna menatap teman-temannya yang sudah tiba. Anna tersenyum.

“Yakin mau main sekarang? Aku bawa kue loh,” Anna mengacungkan toples kue yang dibawanya. Teman-temannya langsung mengerubungi kuenya dan asik makan.

“Galza mana?” tanya seorang temannya. Anna hanya mengangkat bahu. Teman-temannya yang lain saling berpandangan.

“Kalian bertengkar?” tanya Reka.

Anna hanya terdiam. Ingin sekali Anna bercerita pada teman-temannya ini. Tapi rasanya susah sekali. Ia terbiasa cerita hanya pada Galza, Ia tidak tahu bagaimana harus bercerita pada orang lain.

“Walaupun bertengkar, sahabat sejati akan selalu ada kok, kamu nggak perlu khawatir” celetuk Faren.

Anna tertegun mendengar kata-kata Faren. Ia teringat pada e-mail yang dikirimkan gurunya sebagai balasan atas curhatnya mengenai Galza. Gurunya juga mengatakan hal yang sama dengan Faren. Gurunya juga bilang bahwa jika pada akhirnya Galza bukanlah sahabat sejatinya, Anna pasti akan menemukan sahabat yang lain. Sahabat yang akan menepati janji persahabatan mereka.

Anna tersenyum bahagia. Ia telah mendapat pencerahan, dan lagi sepertinya Ia menemukan calon sahabat baru. Ia memandang teman-temannya satu persatu. Mungkin selama ini Ia telah menyia-nyiakan orang-orang yang benar-benar menyayanginya. Mungkin selama ini Ia telah menutup mata terhadap persahabatan yang ditawarkan orang-orang di hadapannya.

Galza, mari kita buktikan sejauh apa hubungan persahabatan kita. Dua tahun lagi, aku akan menunggu di sini. Aku akan menepati janji kita. Apakah Galza juga akan menepati janji itu?

0 comments:

Posting Komentar