Pia menjatuhkan dirinya begitu saja ke atas kasur. tangannya sibuk menarik rambutnya sekuat tenaga. ingin rasanya ia berteriak sekuat mungkin, tapi ia tahu hal itu akan membuat keluarganya khawatir. ingin rasanya ia menangis, tapi rasa gengsi selalu menahan air matanya jatuh. apa kata keluarganya kalau mereka tahu Pia yang sejak SD selalu menjadi kesayangan guru2, Pia yang IQnya superior, Pia yang selalu bisa masuk sekolah manapun yang dipilihnya sekarang merasa frustasi karena tidak dapat menerima pelajaran dengan baik? Pia yang menjadi kebangaan semua orang kini tenggelam di dasar jurang.
Pia menjambak rambutnya lebih keras dan membenamkan kepalanya ke bantal. otaknya memanggil teman khayalannya yang meskipun tak pernah ada tapi selalu berhasil menenangkan pikiran dan perasaannya.
perlahan Pia mulai tenang. ia mengalihkan pikirannya ke 3 tahun lalu di mana sekolah merupakan saat yang menyenangkan. ia jadi ingat suatu hari seorang guru favorit teman-temannya pernah berkata bahwa tidak ada gunanya melanjutkan sekolah jika bukan pilihan sendiri, meskipun niatnya untuk menyenangkan orang tua, tapi menjalani sesuatu dengan setengah hati tidak akan pernah menghasilkan sesuatu yang bagus.
Pia ingat sekali ia dulu membantahnya. ia bilang bahwa masuk sekolah pilihan orang tua merupakan suatu pilihan, menolak pun juga pilihan, jadi kalau sudah memilih ia harur siap dengan konsekuensinya. gurunya hanya tersenyum simpul, entah menertawakan murid bodoh yang sok bijaksana di hadapannya atau tidak mau lagi membahas topik tidak pentigng bersama murid yang selalu meragukan ucapannya.
Pia membenamkan wajahnya lebih dalam lagi, aah, apa ini hukum karma yaa. ia merasa saat itu ia terlalu sombong dan terlalu yakin bahwa di sekolah favorit pun ia akan menjadi murid unggulan. perlahan Pia tertidur karena penat.
"kamu itu seperti cahaya, tanpa kamu sadari, kamu mampu '...' orang lain" aah, rasanya aku pernah terlibat pembicaraan ini, kalau tidak salah waktu itu beberapa temanku membenarkan ucapan guru super nyentrik itu. Pia berpikir dalam mimpinya. apa yang ia katakan waktu itu? sepertinya sesuatu yang baik. apakah aku telah melakukan hal baik pada teman-temanku? bukankah aku lebih sering menyakiti mereka?
Pia terbangun dari mimpinya. matanya tertumbuk pada tumpukan buku di sudut kamarnya. wajah teman-temannya saat berkata bahwa ia memang memiliki kekuatan untuk mengankat orang lain mendadak muncul di otaknya. Pia mendekap buku pelajarannya erat. air mata berjatuhan dari pipinya.
"apakah aku benar-benar seperti cahaya yang positif bagi kalian? tapi cahaya kalian sekarang tertutup awan kelabu. bolehkah aku meminta kalian yang menjadi cahayaku meskipun aku kini bukan lagi anak pintar?"
Selasa, 03 April 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar