Sabtu, 06 Oktober 2012

Time Traveler : Masa Depan dan Sekarang




"Gea, ini bacanya apa?” Rito menunjuk kertas berisi coretan-coretan Gea saat bosan mendengarkan pelajaran di sekolah. Gea segera menarik kertas-kertas itu dan meremasnya hingga tak berbentuk.

“Memangnya kamu tidak bisa membacanya?” tanya Gea setelah melemparkan kertas yang malang itu ke tempat sampah.

Rito menggeleng. “Translator ini hanya berfungsi pada kata-kata saja,” Ia menunjuk jam tangannya. “Di zamanku, semua orang menggunakan bahasa inggris, bahasa asli setiap negara tidak pernah ada lagi yang memakai. Karya sastra dan kamus bahasa selain inggris hanya tersimpan di museum-museum, jika ada orang yang belajar bahasa selain inggris, kebanyakan hanya dari percakapan saja” lanjut Rito. Gea merasakan sesak di dadanya. Memang kurangnya penggunaan Bahasa Indonesia sudah terlihat sejak sekarang, tapi ia tidak bisa membayangkan jika bahasa ibunya akan benar-benar punah. Hatinya serasa dipilin.

“Yang tadi itu bacanya sepi” kata Gea lirih.

“Sepi?”

“Ya, sepi, karena aku sering di rumah seorang diri, aku merasa kesepian” jelas Gea.

“Apa sepi itu artinya tidak bahagia?”

“Bisa juga”

“Apa kau tidak bahagia memiliki mereka?” Rito menunjuk foto keluarga di atas meja. Ingatannya kembali pada saat ia baru tiba di rumah Gea. Ia ingat Gea menelepon Ibunya malam itu menceritakan perihal dirinya sebelum memutuskan ia boleh menginap atau tidak. Esok harinya ibu Gea muncul untuk melihatnya dan kemudian berkata pada Gea kalau ia dibolehkan tinggal di sini karena ia sangat mirip dengan kakak Gea lalu pergi lagi sore harinya. Gea bilang ibunya harus menemani ayahnya yang sedang ada pekerjaan di luar kota. Besoknya lagi kakak laki-laki Gea yang bernama Ori muncul di rumah dan bereaksi persis sama seperti ibunya. Kak Ori juga pergi lagi setelah menginap semalam, dia bilang dia ada pekerjaan dan akan kembali 2 minggu lagi.

“Aku sangat bahagia.” Rito menoleh ke arah Gea. “Aku bahagia memiliki mereka, sehingga saat mereka pergi, aku merasa tidak bahagia” Gea berkata dengan intonasi menjelaskan. Rito mengangguk.

“Seandainya kamu tidak pernah punya keluarga, apa kamu juga akan merasa kesepian?” tanya Rito. Gea mengangguk.

“Manusia diciptakan untuk saling berhubungan. Seandainya aku tidak punya keluarga, aku tetap akan bertemu dengan orang lain yang kemudian akan menjadi temanku. Saat mereka pergi, aku juga akan merasa kesepian.”
 
 “Aku tidak punya keluarga dan tidak memiliki banyak teman” ujar Rito. Gea memandangnya dengan perasaan campur aduk. “Apa kesepian itu adalah perasaan di mana kamu merasa ada yang hilang dari dirimu hingga rasanya kamu ingin berlari mencarinya bahkan menangis?” Gea mengangguk. Air mata hampir mengalir dari pipinya jika membayangkan kehidupan macam apa yang ada di masa depan. Rito menelengkan kepalanya, “Apa itu artinya aku harus menemukan keluargaku dan mencari lebih banyak teman?

***

Tanaman itu, bagaimana cara merawatnya?” tanya Rito sambil menatap pot-pot kecil berisi tanaman hias di halaman belakang. Gea menanggapi pertanyaan Rito dengan pandangan heran.
“Di zamanku, tanaman seperti ini sangat terbatas dan tidak dapat dimiliki individu, tapi ada berbagai hologram tanaman sebagai gantinya” jelas Rito.

“Ada berbagai cara merawat tanaman, tergantung jenisnya masing-masing” Gea berhenti sebentar, “Kamu mau mencoba merawat tanaman?” tanyanya ke Rito. Rito mengangguk. Gea mengajak Rito ke halaman belakang. “Karena kamu belum terbiasa dengan sinar matahari, sebaiknya kamu duduk di beranda saja” usul Gea. Rito mengangguk lagi.

“Di masa depan, sinar matahari dapat diatur, pakaian kami pun dapat menyesuaikan dengan tingkat panas yang dipancarkan matahari” terang Rito. Gea mengangguk. Mungkin di masa depan sinar matahari benar-benar terasa panas jika hal-hal macam itu tidak dilakukan, karena bahkan saat ini lapisan ozon sudah menipis, bagaimana ratusan tahun lagi?

“Tanaman membutuhkan air, jadi mereka harus disiram” Gea menunjukkan selang air di tangannya ke Rito. “Ada tanaman yang harus disiram setiap hari, ada yang dua hari sekali, ada juga yang seminggu sekali. Jika kita lalai menyiramnya, mereka bisa kekeringan dan mati” lanjutnya.

“Tanaman hologram kami juga butuh disiram, tapi kami dapat mengatur kapan mereka harus disiram, dan mereka tidak mungkin mati meskipun tidak disiram” kata Rito. Gea terdiam. Akan asyik sekali kalau ia tidka perlu menyiram, memupuk dan mengganti tanah untuk menjaga tanamannya tetap hidup, tapi ia merasa ada yang salah. “Kadang aku berpikir, untuk apa aku menyiram tanaman yang tidak membutuhkan air” lanjut Rito, “Pada akhirnya, aku membiarkan mereka dan tidak pernah lagi merawatnya, toh mereka tetap akan hidup”

“Apa kamu akan merawat mereka jika mereka nyata dan dapat mati?” tanya Gea. Ia sudah hampir selesai menyirami semua tanaman di halaman belakang.

“Tentu saja, tanaman adalah hal yang sangat berharga kan? Kalau tidak, tidak mungkin di masa depan mereka begitu dilindungi” Gea terdiam lagi.


“Nanti, kalau kamu sudah terbiasa dengan sinar matahari, aku akan mengajarimu cara merawat tanaman” janji Gea. Rito tersenyum senang dengan polosnya. Gea ikut tersenyum, walaupun lagi-lagi dadanya terasa sesak

0 comments:

Posting Komentar