"Gea, ini bacanya apa?” Rito menunjuk kertas berisi
coretan-coretan Gea saat bosan mendengarkan pelajaran di sekolah. Gea segera
menarik kertas-kertas itu dan meremasnya hingga tak berbentuk.
“Memangnya kamu tidak bisa membacanya?” tanya Gea
setelah melemparkan kertas yang malang itu ke tempat sampah.
Rito menggeleng. “Translator ini hanya berfungsi
pada kata-kata saja,” Ia menunjuk jam tangannya. “Di zamanku, semua orang
menggunakan bahasa inggris, bahasa asli setiap negara tidak pernah ada lagi
yang memakai. Karya sastra dan kamus bahasa selain inggris hanya tersimpan di
museum-museum, jika ada orang yang belajar bahasa selain inggris, kebanyakan
hanya dari percakapan saja” lanjut Rito. Gea merasakan sesak di dadanya. Memang
kurangnya penggunaan Bahasa Indonesia sudah terlihat sejak sekarang, tapi ia
tidak bisa membayangkan jika bahasa ibunya akan benar-benar punah. Hatinya
serasa dipilin.
“Yang tadi itu bacanya sepi” kata Gea lirih.
“Sepi?”
“Ya, sepi, karena aku sering di rumah seorang
diri, aku merasa kesepian” jelas Gea.
“Apa sepi itu artinya tidak bahagia?”
“Bisa juga”
“Apa kau tidak bahagia memiliki mereka?” Rito
menunjuk foto keluarga di atas meja. Ingatannya kembali pada saat ia baru tiba
di rumah Gea. Ia ingat Gea menelepon Ibunya malam itu menceritakan perihal
dirinya sebelum memutuskan ia boleh menginap atau tidak. Esok harinya ibu Gea
muncul untuk melihatnya dan kemudian berkata pada Gea kalau ia dibolehkan
tinggal di sini karena ia sangat mirip dengan kakak Gea lalu pergi lagi sore
harinya. Gea bilang ibunya harus menemani ayahnya yang sedang ada pekerjaan di
luar kota. Besoknya lagi kakak laki-laki Gea yang bernama Ori muncul di rumah
dan bereaksi persis sama seperti ibunya. Kak Ori juga pergi lagi setelah
menginap semalam, dia bilang dia ada pekerjaan dan akan kembali 2 minggu lagi.
“Aku sangat bahagia.” Rito menoleh ke arah Gea.
“Aku bahagia memiliki mereka, sehingga saat mereka pergi, aku merasa tidak
bahagia” Gea berkata dengan intonasi menjelaskan. Rito mengangguk.
“Seandainya kamu tidak pernah punya keluarga, apa
kamu juga akan merasa kesepian?” tanya Rito. Gea mengangguk.
“Manusia diciptakan untuk saling berhubungan.
Seandainya aku tidak punya keluarga, aku tetap akan bertemu dengan orang lain
yang kemudian akan menjadi temanku. Saat mereka pergi, aku juga akan merasa
kesepian.”
“Aku tidak punya keluarga dan tidak memiliki banyak teman” ujar Rito. Gea memandangnya dengan perasaan campur aduk. “Apa kesepian itu adalah perasaan di mana kamu merasa ada yang hilang dari dirimu hingga rasanya kamu ingin berlari mencarinya bahkan menangis?” Gea mengangguk. Air mata hampir mengalir dari pipinya jika membayangkan kehidupan macam apa yang ada di masa depan. Rito menelengkan kepalanya, “Apa itu artinya aku harus menemukan keluargaku dan mencari lebih banyak teman? ”
***
“Tanaman itu, bagaimana cara merawatnya?” tanya
Rito sambil menatap pot-pot kecil berisi tanaman hias di halaman belakang. Gea
menanggapi pertanyaan Rito dengan pandangan heran.
“Di zamanku, tanaman seperti
ini sangat terbatas dan tidak dapat dimiliki individu, tapi ada berbagai
hologram tanaman sebagai gantinya” jelas Rito.
“Ada berbagai cara merawat tanaman, tergantung
jenisnya masing-masing” Gea berhenti sebentar, “Kamu mau mencoba merawat
tanaman?” tanyanya ke Rito. Rito mengangguk. Gea mengajak Rito ke halaman
belakang. “Karena kamu belum terbiasa dengan sinar matahari, sebaiknya kamu
duduk di beranda saja” usul Gea. Rito mengangguk lagi.
“Di masa depan, sinar matahari dapat diatur,
pakaian kami pun dapat menyesuaikan dengan tingkat panas yang dipancarkan
matahari” terang Rito. Gea mengangguk. Mungkin di masa depan sinar matahari
benar-benar terasa panas jika hal-hal macam itu tidak dilakukan, karena bahkan
saat ini lapisan ozon sudah menipis, bagaimana ratusan tahun lagi?
“Tanaman membutuhkan air, jadi mereka harus
disiram” Gea menunjukkan selang air di tangannya ke Rito. “Ada tanaman yang
harus disiram setiap hari, ada yang dua hari sekali, ada juga yang seminggu
sekali. Jika kita lalai menyiramnya, mereka bisa kekeringan dan mati”
lanjutnya.
“Tanaman hologram kami juga butuh disiram, tapi
kami dapat mengatur kapan mereka harus disiram, dan mereka tidak mungkin mati
meskipun tidak disiram” kata Rito. Gea terdiam. Akan asyik sekali kalau ia
tidka perlu menyiram, memupuk dan mengganti tanah untuk menjaga tanamannya
tetap hidup, tapi ia merasa ada yang salah. “Kadang aku berpikir, untuk apa aku
menyiram tanaman yang tidak membutuhkan air” lanjut Rito, “Pada akhirnya, aku
membiarkan mereka dan tidak pernah lagi merawatnya, toh mereka tetap akan
hidup”
“Apa kamu akan merawat mereka jika mereka nyata
dan dapat mati?” tanya Gea. Ia sudah hampir selesai menyirami semua tanaman di
halaman belakang.
“Tentu saja, tanaman adalah hal yang sangat
berharga kan? Kalau tidak, tidak mungkin di masa depan mereka begitu
dilindungi” Gea terdiam lagi.
“Nanti, kalau kamu sudah terbiasa dengan sinar matahari, aku akan mengajarimu cara merawat tanaman” janji Gea. Rito tersenyum senang dengan polosnya. Gea ikut tersenyum, walaupun lagi-lagi dadanya terasa sesak”
0 comments:
Posting Komentar