Sabtu, 27 Juli 2013

Citra yang Tidak Sempurna : Pertemuan

“Mas, saya mau cari kamera digital, yang paling bagus berapa ya?” Siang itu Kay mengunjungi sebuah toko kamera demi membeli kamera digital yang akan mendongkrak status sosialnya. Bagi Kay, memiliki kamera berarti meningkatkan derajatnya di depan teman-temannya. Cukup sudah ia dihina dina karena hanya memiliki kamera analaog murahan saat darma wisata. Ia sudah menabung semua uang jajannya selama dua tahun dan memutuskan untuk membawa bekal atau menyantap makanan orang lain demi mewujudkan mimpinya yang mulia.

Sang pramuniaga memamerkan beberapa kamera digital mulai dari compact digital sampai professional DSLR. Kay memandang setiap kamera dengan seksama hingga akhirnya menunjuk sebuah kamera DSLR. “Yang ini berapa mas?” sang pramuniaga menyebutkan harga. Kay manggut-manggut setelah mengetahui harganya.

“Yang paling bagus, gampang digunain, nggak gampang rusak dan murah yang mana mas?” Kay memberondong sang pramunaga dengan pertanyaan. Suara tawa terdengar dari sisi kirinya yang kemudian disusul dengan cengiran dari si pramuniaga. Kay menoleh untuk melihat siapa yang sudah berani-beraninya menertawakan dirinya di tengah misi penting ini.

“Mana ada kamera seperti itu? Kalo kamu mau yang seperti itu buat aja sendiri, hahahaa” pria di depan Kay ini terus saja tertawa. Kay memerhatikan orang itu dari atas sampai bawah. Tidak ada yang salah dengan penampilannya, semua tampak normal. Pandangan Kay beralih ke kamera yang dipegang orang itu. Si empunya kamera mengikuti arah pandangan Kay.

“Perkenalkan, namanya Sinta” orang itu mengacungkan kameranya sambil cengar-cengir. Kay melengos dan kembali memfokuskan perhatiannya ke arah kamera-kamera di atas etalase. Ia menjulurkan kepalanya untuk mencari pramuniaga yang malah menghilang di saat penting ini. Tapi sepertinya si orang rese itu masih ingin mengusiknya karena detik berikutnya suaranya kembali terdengar.

“Kenapa kamu mau beli kamera?” Kay menoleh buas ke arah cowok itu. “Buat motret lah!” serunya emosi.

“Kenapa harus cari yang digital? Kamera analog banyak yang murah kan? Hasilnya juga nggak kalah bagus, malah seringnya lebih bagus.” Terangnya sembari mengelap lensa si Sinta.

“Kamera analog kan nggak praktis, harus nyetak foto dulu, mana kalo hasil fotonya jelek nggak bisa langsung dihapus pula. Menuh-menuhin film aja” jawab Kay emosi. Cowok itu malah tersenyum pada Kay.

“Kenapa harus dihapus?” tanyanya. Kay mengerutkan kening.

“Buat apa nyimpen foto yang nggak bagus?” serangnya balik.

“Buat belajar.” Jawab cowok itu mantap. Fay gelagapan. “Sena” lanjutnya. Kay bengong seketika. “Namaku Sena”

“Siapa yang nanya?” Kay kekeuh mempertahankan kesewotannya.

“Namamu?” Sena tidak menggubris kesewotan Kay sama sekali. Kay cuma diam menolak untuk memberikan jawaban. Beberapa menit berlalu tanpa ada yang bersuara di ruangan itu. Kay menghentak-hentakkan kakinya kesal karena pramuniaga tak kunjung kembali.

“Menurutmu, setelah kita hapus foto yang kita ambil, adegan saat kita mengambil foto itu juga akan ikut terhapus?” lagi-lagi Sena usil itu bersuara. “Walaupun foto yang jelek bisa dihapus, fakta kalau kita pernah mengambil gambar dengan jelek tidak akan pernah ikut terhapus kan? Sama seperti kehidupan ini, seberapa besar pun keinginan kita untuk menghapus kejadian buruk yang sudah terjadi kita nggak akan pernah bisa melakukannya.” Sena terdiam beberapa saat. “Kalau ingat itu, rasanya kamera analog jadi lebih realistis kan?” Kay mati kutu. “Justru karena kita tahu berapa banyak foto jelek yang kita ambil, mahalnya rol film yang harus kita pakai dan proses mencetak yang membutuhkan kehati-hatian ekstra, maka kita akan lebih menghargai hasil karya kita.” Kay terdiam. Sena juga sepertinya tidak ingin melanjutkan percakapan dan sepenuhnya memfokuskan perhatian pada Sintanya. Pramuniaga sudah keluar dari persembunyiannya tapi tatapan Kay masih tertuju pada Sena.




“Kay” suara Kay terdengar parau. Sena menoleh ke arahnya dan tersenyum bersamaan dengan jarinya yang memencet tombol kamera mengabadikan sosok Kay.

0 comments:

Posting Komentar