Jumat, 19 Juli 2013

Citra yang Tidak Sempurna : Seseorang dari Masa Lalu

“Kay, nanti kamu mau ajak Reta ke mana?” tanya Bunda di tengah sarapan.

“Nonton Bun” Jawab Kay pendek. Tangan kanannya meraih perkedel yang sayangnya keburu disambar ponakannya yang paling tua.

“Yah Kaay, jangan nonton doong, bosen nih” Reta merajuk di depan Bunda. Kay mencibir pada Reta sekaligus ponakannya.

“Bener tuh Kay, masa dari kemaren Reta kamu ajak ke mal terus laah. Kasihan kan kalo jauh-jauh ke sini cuma buat datang ke bioskop” Bunda menyiratkan keberpihakannya pada Reta. Reta tersenyum sembari mengangguk-angguk pada Bunda.

Kay menarik nafas panjang, piringnya sudah bersih sekarang. “Kan di sini emang nggak ada tempat rekreasi lain Bun.”

“Ajak ke alun-alun aja lah Kay, kan di sana kan lumayan enak buat refreshing.” Suara Bunda terdengar berbalapan dengan suara air di tempat cuci piring. Kay menghentikan aktifitasnya mengelap meja. Sorakan Reta di sebelahnya, bukan karena Kay akan mengajaknya pergi ke alun-alun melainkan karena ia berhasil memenangkan ayam goreng terakhir di meja setelah melalui pertandingan sengit dengan Aska, terasa lebih jauh daripada suara Bunda di dalam. Otaknya seperti menolak untuk berfikir. Setiap bagian dari tubuhnya seolah enggan mendengar tempat itu apa lagi pergi ke sana. Hanya saja, jauh di lubuk hatinya, ia seolah rindu dan menanti alas an untuk pergi ke tempat penuh kenangan itu.

***

Udara yang sejuk bersama cuaca yang mendung seolah member restu kepada Kay untuk mengajak Reta dan Aska ke alun-alun. Begitu sampai di sana, Aska langsung lari-lari seolah ia baru saja dilepas dari penjara dan tak pernah menghirup udara bebas. Reta yang tadinya geleng-geleng melihat kelakuan si setan kecil itu entah kenapa sekarang malah sibuk mengejarnya ke mana-mana. Kay sesekali mengambil gambar potret tersebut sebelum kemudian mengarahkan kameranya ke segala arah.

“Bukan begitu, kamu harus lebih pakai hati” Kay tersentak sesaat sebelum kemudian menguasai dirinya lagi. “Potret yang kamu ambil itu mencerminkan bagaimana kamu melihat sebuah pemandangan” Kay menggelengkan kepalanya ke sana kemari untuk mengusir suara itu. “Kamu harus lebih memperhatikan cahayanya, tapi kau juga tidak boleh kehilangan momen!”  Kay menyerah untuk mengusir suara itu.  “Kamu punya insting dan pengamatan yang bagus!” seketika Kay terduduk. Ia tidak mampu mengeluarkan sepatah kata pun sementara air mulai menggenang di matanya. Kay mengusap kedua matanya perlahan.

“Kay?” Kay mendongakkan kepalanya untuk melihat sang pemilik suara. Sebuah wajah yang familiar menyambutnya di sana.

***

“Tante, capek niih, ayo kembali ke tempat Kay” Reta menahan senyum mendengar Aska memanggil Kay tanpa embel-embel tante. Walaupun ia sebenarnya dongkol karena tidak ingin dipanggil tante, tapi rasanya lucu melihat Kay jengkel setengah mati karena sepertinya Aska lebih menghormati Reta daripada Kay yang merupakan tante kandungnya.

“Yuk” Reta menggandeng tangan Aska menuju ke arah  Kay menunggu mereka. Saat itu ia melihat Seorang laki-laki dan perempuan sedang berbicara dengan Kay. Pembicaraan mereka bertiga kelihatan serius sekali, bahkan Reta merasa ekspresi Kay sangat tidak karuan. “Hemm, Aska,” Aska berhenti melompat-lompat dan mengangkat kepalanya memandang Reta. “Ya?”


“Kita beli es krim dulu yuk” tanpa piker panjang aska langsung melesat menuju arah yang berlawanan dengan bangku tempat Kay berada. Reta menghela nafas. Kamu harus cerita padaku nanti Kay!

0 comments:

Posting Komentar