“Kay, nanti kamu mau ajak Reta ke mana?” tanya
Bunda di tengah sarapan.
“Nonton Bun” Jawab Kay pendek. Tangan kanannya
meraih perkedel yang sayangnya keburu disambar ponakannya yang paling tua.
“Yah Kaay, jangan nonton doong, bosen nih” Reta
merajuk di depan Bunda. Kay mencibir pada Reta sekaligus ponakannya.
“Bener tuh Kay, masa dari kemaren Reta kamu
ajak ke mal terus laah. Kasihan kan kalo jauh-jauh ke sini cuma buat datang ke
bioskop” Bunda menyiratkan keberpihakannya pada Reta. Reta tersenyum sembari
mengangguk-angguk pada Bunda.
Kay menarik nafas panjang, piringnya sudah
bersih sekarang. “Kan di sini emang nggak ada tempat rekreasi lain Bun.”
“Ajak ke alun-alun aja lah Kay, kan di sana kan
lumayan enak buat refreshing.” Suara
Bunda terdengar berbalapan dengan suara air di tempat cuci piring. Kay
menghentikan aktifitasnya mengelap meja. Sorakan Reta di sebelahnya, bukan
karena Kay akan mengajaknya pergi ke alun-alun melainkan karena ia berhasil
memenangkan ayam goreng terakhir di meja setelah melalui pertandingan sengit
dengan Aska, terasa lebih jauh daripada suara Bunda di dalam. Otaknya seperti
menolak untuk berfikir. Setiap bagian dari tubuhnya seolah enggan mendengar
tempat itu apa lagi pergi ke sana. Hanya saja, jauh di lubuk hatinya, ia seolah
rindu dan menanti alas an untuk pergi ke tempat penuh kenangan itu.
***
Udara yang sejuk bersama cuaca yang mendung
seolah member restu kepada Kay untuk mengajak Reta dan Aska ke alun-alun.
Begitu sampai di sana, Aska langsung lari-lari seolah ia baru saja dilepas dari
penjara dan tak pernah menghirup udara bebas. Reta yang tadinya geleng-geleng
melihat kelakuan si setan kecil itu entah kenapa sekarang malah sibuk
mengejarnya ke mana-mana. Kay sesekali mengambil gambar potret tersebut sebelum
kemudian mengarahkan kameranya ke segala arah.
“Bukan begitu, kamu
harus lebih pakai hati” Kay tersentak sesaat sebelum kemudian menguasai dirinya lagi. “Potret yang kamu ambil itu mencerminkan
bagaimana kamu melihat sebuah pemandangan” Kay menggelengkan kepalanya ke
sana kemari untuk mengusir suara itu. “Kamu
harus lebih memperhatikan cahayanya, tapi kau juga tidak boleh kehilangan
momen!” Kay menyerah untuk mengusir
suara itu. “Kamu punya insting dan pengamatan yang bagus!” seketika Kay
terduduk. Ia tidak mampu mengeluarkan sepatah kata pun sementara air mulai
menggenang di matanya. Kay mengusap kedua matanya perlahan.
“Kay?” Kay mendongakkan kepalanya untuk melihat
sang pemilik suara. Sebuah wajah yang familiar menyambutnya di sana.
***
“Tante, capek niih, ayo kembali ke tempat Kay”
Reta menahan senyum mendengar Aska memanggil Kay tanpa embel-embel tante.
Walaupun ia sebenarnya dongkol karena tidak ingin dipanggil tante, tapi rasanya
lucu melihat Kay jengkel setengah mati karena sepertinya Aska lebih menghormati
Reta daripada Kay yang merupakan tante kandungnya.
“Yuk” Reta menggandeng tangan Aska menuju ke
arah Kay menunggu mereka. Saat itu ia
melihat Seorang laki-laki dan perempuan sedang berbicara dengan Kay.
Pembicaraan mereka bertiga kelihatan serius sekali, bahkan Reta merasa ekspresi
Kay sangat tidak karuan. “Hemm, Aska,” Aska berhenti melompat-lompat dan
mengangkat kepalanya memandang Reta. “Ya?”
“Kita beli es krim dulu yuk” tanpa piker
panjang aska langsung melesat menuju arah yang berlawanan dengan bangku tempat
Kay berada. Reta menghela nafas. Kamu
harus cerita padaku nanti Kay!
0 comments:
Posting Komentar