Minggu, 15 Juni 2014

Selamat Ulang Tahun

Dirga memerhatikan Tirta yang sedang mengutak-atik hpnya. Bukan, bukan hp Tirta sendiri tapi hp Dirga. Padahal Dirga ke rumah Tirta karena mereka mau kerja kelompok tapi Tirta malah sibuk dengan hp orang.

“Ngapain sih?” tanya Dirga. Tirta tidak menjawab pertanyaan Dirga dan menyodorkan hp itu ke Dirga. Dirga mengernyit tak paham sementara Tirta mulai menarik bukunya mendekat bersiap mengerjakan tugas.

 ***

Kejadian kemarin terlupakan begitu saja oleh Dirga sampai hpnya berbunyi saat ia sedang browsing. Seluruh tugas untuk minggu depan sudah ia kerjakan bersama Tirta kemarin jadi hari Sabtu ini dia bisa bermalas-malasan. Dirga mengulurkan tangannya mengambil hp di sisi lain meja. Matanya terbelalak begitu melihat pesan masuk. Dia bergegas mencari sebuah nama pada daftar kontaknya dan bergegas menelepon.

“Kemarin kamu kirim sms apa hah?!” Dirga langsung menyemburkan kemarahan begitu Tirta mengangkat telepon. Tirta diseberang sana menjauhkan telinganya dari layar hp.

“Sms apa?” Tirta malah balik nanya membuat Dirga semakin kesal.

“Aargh. Ke sini kamu sekarang! sekaraaanggg!!” Dirga mengakhiri pembicaraan dan berlari ke depan rumah. Menunggu Tirta untuk datang. Tak sampai semenit Dirga sudah melihat batang hidung Tirta keluar dari rumahnya yang terletak tepat di sebelah Dirga. Dirga yang tak sabar melengkahkan kakinya lebar-lebar menghampiri Tirta.

“Gara-gara kamuu” Dirga menggeram sambil mengacungkan hpnya ke muka Tirta. Tirta memerhatikan layar hp di depannya dengan seksama.

“Ah” ujar Tirta pelan.

“Apanya yang ah. Kamu harus tanggung jawab” Dirga mulai bisa mengendalikan emosinya walau ia cukup sebal dengan respon Tirta yang terlalu datar.

“Tanggung jawab gimana?” tanya Tirta cengok.

“Gimana kek, masa aku harus dateng ke pesta ulang tahun hari libur gini”

“Pesta ulang tahun emang biasanya waktu libur kali Dir” Tirta menjawab santai sambil melangkah masuk ke rumah Dirga. Malu juga diliatin orang berdebat di depan rumah.

“Males Tiir” Dirga mulai merajuk kayak anak kecil.

“Ya udah nggak usah dateng. Tante kemana?”

“Kan lagi pergi ama Ibumu, dasar anak nggak perhatian sama orang tua. Masa udah diundang nggak dateng?” Tirta Cuma bisa menggeleng melihat kelakuan Dirga.

“Ya udah, kalo mau dateng ya dateng aja” Jawab Tirta enteng sambil memasukkan keripik ubi ke mulutnya. Hmm, terlalu manis.

“Belom beli kado”

“Sana beli” Tirta menjamah lidah kucing.

“Kamu harus tanggung jawab nemenin” Dirga menyodorkan air putih dingin yang disambut Tirta dengan sukacita.

“Mau beli apa?” pertanyaan Tirta dijawab dengan gelengan oleh Dirga. “Gimana siiih?” Tirta mau nggak mau senewen juga ngeliat kelakuan Dirga yang kayak ABG labil.

“Kamu sih pake ngirim ucapan selamat ulang tahun segala pake hpku” Dirga menyalahkan Tirta lagi.

“Ya udah bilang aja kalo yang ngirim sms aku, repot amat sih” Hmm, cookies cokelat bikinan tante emang nomer satu. Sementara Tirta menyibukkan diri dengan camilan untuk tamu, Dirga mengetikkan sesuatu dengan cepat di hpnya sebelum menjatuhkan diri di sofa dan meraih toples mente. “Emang Tante sama Ibu kemana?” Tirta masih penasaran kemana dua sahabat karib itu pergi. Dirga mengangkat bahu, Tirta mencibir Dirga ang ternyata sama tidak perhatiannya dengan dirinya. Hp Dirga berbunyi tak lama kemudian.

“Dia malah ngundang kamu sekalian” Ujar Dirga lemas. Tirta melotot. Matanya jadi sebesar nastar di tangannya.

“Dirga bego” gantian Dirga yang melotot ke arah Tirta. Ini semua kan gara-gara Tirta mengirim ucapan selamat ulang tahun pake hp Dirga, kenapa Dirga yang salah?

“Kamu yang bego, ngapain ngucapin ulang tahun pake hp orang” Dirga masih melotot ke arah Tirta.

“Aku nggak punya nomernya” yang dipelototin malah asik nyobain pastel abon.

“Kayak nggak punya facebook aja” Tirta menanggapi ucapan Dirga barusan dengan tatapan emang-nggak-punya yang membuat Dirga melengos. Lupa kalo Tirta ini makhluk anti sosial media. “Ya udah nggak usah ngucapin aja kalo gitu”

“Emangnya kamu nggak seneng kalo ada yang ngucapin selamat ulang tahun ke kamu?” jawab Tirta sambil menatap Dirga lurus tanda kalo dia nggak ingin didebat.

“Pake hpmu sendiri dong harusnya” Dirga tetep nggak mau kalah.

“Aku nggak punya nomernya” kali ini Tirta mendekap erat keripik pisang. Benar juga, orang yang mereka debatkan ini adalah teman semasa SD Tirta yang kebetulan satu SMP dengan Dirga dan waktu SD Tirta belum punya hp.

“Tinggal minta aja kan terus baru ngucapin” sanggah Dirga.

“Males kalo ntar jawabnya, ‘makasih, tapi ini siapa ya’” Tirta ngeles.

“Ya udah nggak usah ngucapin” Dirga kembali pada kesimpulannya yang kembali dijawab Tirta dengan tatapan lurus. Dirga melengos. Percuma melawan TIrta yang tidak ingin didebat.

“Kenapa sih harus ngucapin selamat ulang tahun?” tanya Dirga setelah otot-ototnya mulai kendur. “Selain biar dia seneng” sahut Dirga cepat melihat gelagat Tirta yang akan menjawabnya dengan jawaban sebelumnya. “Toh dia mungkin nggak inget kamu”

“Menurutmu ucapan selamat ulang tahun itu apa?” Tirta bertanya tanpa melihat Dirga. Matanya asik menelusuri satu persatu stasiun tv untuk menemukan acara yang bagus.

“Apa? Ucapan ya ucapan”

“Menurutku ucapan selamat ulang tahun itu sama dengan ucapan terimakasih karena kamu telah lahir di dunia ini” Dirga bengong mendengar jawaban Tirta. “Apa kamu nggak bahagia ketika ada orang yang berterimakasih atas kehadiranmu di dunia ini? Artinya kamu berarti bagi orang itu, menjadi berarti bagi seseorang itu hal yang membahagiakan kan?”

Dirga berdehem pelan untuk menghentikan kekagetannya akan jawaban Tirta yang di luar dugaan. “Tapi bahkan kamu cuma bilang selamat ulang tahun tanpa menuliskan do’a” serang Dirga lagi.

“Memangnya kamu tahu orang itu maunya apa? Bahkan orang itu sendiri belum tentu tau dia mau apa. Selamat ulang tahun buatku sudah mewakili semuanya. Terimakasih karena telah terlahir di dunia ini. Terimakasih telah mengenalku. Terimakasih, berkat kamu aku yang sekarang ada. Aku harap semua keinginanmu terkabul karena kamu berarti bagiku. Aku berharap kamu sehat selalu. Aku berharap kamu selalu bertemu dengan orang yang baik dan dapat membahagiakanmu karena aku berterimakasih atas kelahiranmu. Begitu kan?” Dirga terdiam lagi. Hanya suara televisi dan mulut Tirta yang tidak berhenti menguyah terdengar di ruang keluarga Dirga sampai mama Dirga muncul.

“Loh, kamu di sini toh Tir” sapa mama Dirga ke Tirta. Tirta hanya meringis seraya berkata, “Halo Tante” dan menutup toples stik balado yang isinya tinggal seperempat. “Darimana Tante?”

“Dari beliin kado buat temen kamu sama Dirga” mama Dirga mengsungkan kantong kertas yang ia bawa. “Nanti kalian mau ke pesta ulang tahunnya kan?” jawaban mama Dirga membuat Tirta dan Dirga bengong.

“Tante tahu kalian pasti lupa kalo dikirimi undangan ulang tahun jadi tadi Tante sama Ibu kamu berinisiatif beli kado biar kalian berdua nggak cari alasan buat nggak berangkat. Rupanya mama Dirga tahu betul tabiat kedua anak ini.

“Eeeh, Ibu ikut beliin kado?” mama Dirga mengangguk atas pertanyaan Tirta.

“Sana kamu cepet pulang, siap-siap. Nanti kalian berangkat jam setengah 7, jangan telat ya” ujar mama Dirga dengan nada yang tidak ingin ditawar sebelum pergi meninggalkan Tirta dan Dirga yang mendadak kehilangan nyawa.

***
“Akhirnya kita tetap ke sini juga” Dirga dan Tirta memandang gedung tempat diselenggarakannya acara ulang tahun. Mereka menarik nafas panjang dan berat. Pasti merepotkan bersosialisasi dengan orang di dalam nanti. Mereka menarik nafas lagi.

“Tir,” Dirga menghentikan tarikan nafas Tirta. “kamu nggak pernah mengucapkan selamat ulang tahun padaku” seru Dirga sambil menatap Tirta dengan pandangan seakan berkata jangan-bilang-kamu-tidak-bersyukur-atas-kelahirannku. Tirta menatap Dirga lurus sebelum mendengus dan kemudian melangkahkan kaki memasuki gedung.

“Oi, Tir! Tiir!!”

0 comments:

Posting Komentar