Dirga memerhatikan Tirta yang sedang
mengutak-atik hpnya. Bukan, bukan hp Tirta sendiri tapi hp Dirga. Padahal Dirga
ke rumah Tirta karena mereka mau kerja kelompok tapi Tirta malah sibuk dengan
hp orang.
“Ngapain sih?” tanya Dirga. Tirta tidak
menjawab pertanyaan Dirga dan menyodorkan hp itu ke Dirga. Dirga mengernyit tak
paham sementara Tirta mulai menarik bukunya mendekat bersiap mengerjakan tugas.
***
Kejadian kemarin terlupakan begitu saja oleh
Dirga sampai hpnya berbunyi saat ia sedang browsing.
Seluruh tugas untuk minggu depan sudah ia kerjakan bersama Tirta kemarin jadi
hari Sabtu ini dia bisa bermalas-malasan. Dirga mengulurkan tangannya mengambil
hp di sisi lain meja. Matanya terbelalak begitu melihat pesan masuk. Dia
bergegas mencari sebuah nama pada daftar kontaknya dan bergegas menelepon.
“Kemarin kamu kirim sms apa hah?!” Dirga
langsung menyemburkan kemarahan begitu Tirta mengangkat telepon. Tirta
diseberang sana menjauhkan telinganya dari layar hp.
“Sms apa?” Tirta malah balik nanya membuat Dirga
semakin kesal.
“Aargh. Ke sini kamu sekarang! sekaraaanggg!!”
Dirga mengakhiri pembicaraan dan berlari ke depan rumah. Menunggu Tirta untuk
datang. Tak sampai semenit Dirga sudah melihat batang hidung Tirta keluar dari
rumahnya yang terletak tepat di sebelah Dirga. Dirga yang tak sabar
melengkahkan kakinya lebar-lebar menghampiri Tirta.
“Gara-gara kamuu” Dirga menggeram sambil
mengacungkan hpnya ke muka Tirta. Tirta memerhatikan layar hp di depannya
dengan seksama.
“Ah” ujar Tirta pelan.
“Apanya yang ah. Kamu harus tanggung jawab”
Dirga mulai bisa mengendalikan emosinya walau ia cukup sebal dengan respon
Tirta yang terlalu datar.
“Tanggung jawab gimana?” tanya Tirta cengok.
“Gimana kek, masa aku harus dateng ke pesta
ulang tahun hari libur gini”
“Pesta ulang tahun emang biasanya waktu libur
kali Dir” Tirta menjawab santai sambil melangkah masuk ke rumah Dirga. Malu
juga diliatin orang berdebat di depan rumah.
“Males Tiir” Dirga mulai merajuk kayak anak
kecil.
“Ya udah nggak usah dateng. Tante kemana?”
“Kan lagi pergi ama Ibumu, dasar anak nggak
perhatian sama orang tua. Masa udah diundang nggak dateng?” Tirta Cuma bisa
menggeleng melihat kelakuan Dirga.
“Ya udah, kalo mau dateng ya dateng aja” Jawab
Tirta enteng sambil memasukkan keripik ubi ke mulutnya. Hmm, terlalu manis.
“Belom beli kado”
“Sana beli” Tirta menjamah lidah kucing.
“Kamu harus tanggung jawab nemenin” Dirga
menyodorkan air putih dingin yang disambut Tirta dengan sukacita.
“Mau beli apa?” pertanyaan Tirta dijawab dengan
gelengan oleh Dirga. “Gimana siiih?” Tirta mau nggak mau senewen juga ngeliat
kelakuan Dirga yang kayak ABG labil.
“Kamu sih pake ngirim ucapan selamat ulang
tahun segala pake hpku” Dirga menyalahkan Tirta lagi.
“Ya udah bilang aja kalo yang ngirim sms aku,
repot amat sih” Hmm, cookies cokelat bikinan tante emang nomer satu.
Sementara Tirta menyibukkan diri dengan camilan untuk tamu, Dirga mengetikkan
sesuatu dengan cepat di hpnya sebelum menjatuhkan diri di sofa dan meraih
toples mente. “Emang Tante sama Ibu kemana?” Tirta masih penasaran kemana dua
sahabat karib itu pergi. Dirga mengangkat bahu, Tirta mencibir Dirga ang ternyata sama tidak perhatiannya dengan dirinya. Hp Dirga berbunyi tak lama kemudian.
“Dia malah ngundang kamu sekalian” Ujar Dirga
lemas. Tirta melotot. Matanya jadi sebesar nastar di tangannya.
“Dirga bego” gantian Dirga yang melotot ke arah
Tirta. Ini semua kan gara-gara Tirta mengirim ucapan selamat ulang tahun pake
hp Dirga, kenapa Dirga yang salah?
“Kamu yang bego, ngapain ngucapin ulang tahun
pake hp orang” Dirga masih melotot ke arah Tirta.
“Aku nggak punya nomernya” yang dipelototin
malah asik nyobain pastel abon.
“Kayak nggak punya facebook aja” Tirta
menanggapi ucapan Dirga barusan dengan tatapan emang-nggak-punya yang membuat
Dirga melengos. Lupa kalo Tirta ini makhluk anti sosial media. “Ya udah nggak
usah ngucapin aja kalo gitu”
“Emangnya kamu nggak seneng kalo ada yang
ngucapin selamat ulang tahun ke kamu?” jawab Tirta sambil menatap Dirga lurus
tanda kalo dia nggak ingin didebat.
“Pake hpmu sendiri dong harusnya” Dirga tetep nggak
mau kalah.
“Aku nggak punya nomernya” kali ini Tirta
mendekap erat keripik pisang. Benar juga, orang yang mereka debatkan ini adalah
teman semasa SD Tirta yang kebetulan satu SMP dengan Dirga dan waktu SD Tirta belum punya hp.
“Tinggal minta aja kan terus baru ngucapin” sanggah Dirga.
“Males kalo ntar jawabnya, ‘makasih, tapi ini
siapa ya’” Tirta ngeles.
“Ya udah nggak usah ngucapin” Dirga kembali
pada kesimpulannya yang kembali dijawab Tirta dengan tatapan lurus. Dirga
melengos. Percuma melawan TIrta yang tidak ingin didebat.
“Kenapa sih harus ngucapin selamat ulang
tahun?” tanya Dirga setelah otot-ototnya mulai kendur. “Selain biar dia seneng”
sahut Dirga cepat melihat gelagat Tirta yang akan menjawabnya dengan jawaban
sebelumnya. “Toh dia mungkin nggak inget kamu”
“Menurutmu ucapan selamat ulang tahun itu apa?”
Tirta bertanya tanpa melihat Dirga. Matanya asik menelusuri satu persatu
stasiun tv untuk menemukan acara yang bagus.
“Apa? Ucapan ya ucapan”
“Menurutku ucapan selamat ulang tahun itu sama
dengan ucapan terimakasih karena kamu telah lahir di dunia ini” Dirga bengong
mendengar jawaban Tirta. “Apa kamu nggak bahagia ketika ada orang yang
berterimakasih atas kehadiranmu di dunia ini? Artinya kamu berarti bagi orang
itu, menjadi berarti bagi seseorang itu hal yang membahagiakan kan?”
Dirga berdehem pelan untuk menghentikan
kekagetannya akan jawaban Tirta yang di luar dugaan. “Tapi bahkan kamu cuma
bilang selamat ulang tahun tanpa menuliskan do’a” serang Dirga lagi.
“Memangnya kamu tahu orang itu maunya apa?
Bahkan orang itu sendiri belum tentu tau dia mau apa. Selamat ulang tahun
buatku sudah mewakili semuanya. Terimakasih karena telah terlahir di dunia ini.
Terimakasih telah mengenalku. Terimakasih, berkat kamu aku yang sekarang ada.
Aku harap semua keinginanmu terkabul karena kamu berarti bagiku. Aku
berharap kamu sehat selalu. Aku berharap kamu selalu bertemu dengan orang yang
baik dan dapat membahagiakanmu karena aku berterimakasih atas kelahiranmu.
Begitu kan?” Dirga terdiam lagi. Hanya suara televisi dan mulut Tirta yang
tidak berhenti menguyah terdengar di ruang keluarga Dirga sampai mama Dirga
muncul.
“Loh, kamu di sini toh Tir” sapa mama Dirga ke
Tirta. Tirta hanya meringis seraya berkata, “Halo Tante” dan menutup toples
stik balado yang isinya tinggal seperempat. “Darimana Tante?”
“Dari beliin kado buat temen kamu sama Dirga” mama
Dirga mengsungkan kantong kertas yang ia bawa. “Nanti kalian mau ke pesta ulang
tahunnya kan?” jawaban mama Dirga membuat Tirta dan Dirga bengong.
“Tante tahu
kalian pasti lupa kalo dikirimi undangan ulang tahun jadi tadi Tante sama Ibu
kamu berinisiatif beli kado biar kalian berdua nggak cari alasan buat nggak
berangkat. Rupanya mama Dirga tahu betul tabiat kedua anak ini.
“Eeeh, Ibu ikut beliin kado?” mama Dirga
mengangguk atas pertanyaan Tirta.
“Sana kamu cepet pulang, siap-siap. Nanti kalian
berangkat jam setengah 7, jangan telat ya” ujar mama Dirga dengan nada yang
tidak ingin ditawar sebelum pergi meninggalkan Tirta dan Dirga yang mendadak
kehilangan nyawa.
***
“Akhirnya kita tetap ke sini juga” Dirga dan
Tirta memandang gedung tempat diselenggarakannya acara ulang tahun. Mereka menarik
nafas panjang dan berat. Pasti merepotkan bersosialisasi dengan orang di dalam
nanti. Mereka menarik nafas lagi.
“Tir,” Dirga menghentikan tarikan nafas Tirta. “kamu
nggak pernah mengucapkan selamat ulang tahun padaku” seru Dirga sambil menatap
Tirta dengan pandangan seakan berkata
jangan-bilang-kamu-tidak-bersyukur-atas-kelahirannku. Tirta menatap Dirga lurus
sebelum mendengus dan kemudian melangkahkan kaki memasuki gedung.
“Oi, Tir! Tiir!!”